Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang islam, menyebabkan terjadinya kekeliruan dalam memahami dua kelompok Sunni
dan Syi’ah. Banyak orang yang menyamakan perbedaan antara Sunni-Syi’ah dengan ikhtilaf
di empat imam madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Artinya hanya
sebuah perbedaan yang wajar dan tidak perlu dipermasalahkan. Menganggap
keduanya sama benar. Karena sama-sama bagian dari islam. Sebagian juga
mengartikan Syi’ah itu adalah bentuk dari Revolusi Iran. Padahal jauh sebelum
Iran berevolusi (1979) Syi’ah sudah malang melintang di belahan bumi ini
sebagai sebuah akidah.
Terdapat perbedaan yang serius di dalam
ajaran Sunni-Syi’ah. Bukan hanya masalah furu’iyah saja, melainkan juga
dalam hal akidah. Seperti mereka mengkafirkan para sahabat dan istri nabi.
Juga keyakinan kaum Syi’ah tentang semua
imam ma’shum (terjaga dari dosa). Padahal seluruh ahlussunnah wal
jama’ah sepakat bahwa para sahabat dan istri nabi adalah mulia. Sebagaimana
hadits rasul S.A.W, periode sahabat adalah periode terbaik umat Muhammad. Sunni
juga menyepakati bahwa manusia ma’shum itu hanyalah para nabi dan rasul.
Sangat berbahaya jika kesalahan persepsi tadi dibiarkan begitu saja tanpa ada ketegasan
dalam mengklarifikasinya.
Sumber rujukan utama setelah Al Quran
adalah hadits shahih Rasulullah S.A.W. Maka perlu kita lakukan penelaahan
terkait konsep hadits yang dipakai. Karena Sunni dan Syi’ah sama-sama menjadikannya
sebagai sumber pokok kedua, dengan itu kita bisa temukan salahsatu akar
penyebab perbedaan dua kelompok ini. Dalam bahasannya tentu kita akan lebih
fokus prihal penentuan kualitas hadits.
Hadits shahih menurut konsep Sunni
ialah hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh rawi
yang adil dan dhabit, tidak syadz dan tidak terdapat illat
(cacat) yang merusak (Ibnu Shalah,
Muqaddimah, hal.9). Sedang Syi’ah mendefinisikannya dengan hadits yang
bersambung kepada orang yang ma’sum, diriwayatkan oleh orang yang adil dari
kelompok imamiyah serta orang yang semisalnya dalam seluruh tingkatannya, dan
tidak terdapat kejanggalan (Ja’far As Subhani, Ushul al Hadits, hal.50).
Di dalam syarat pokok hadits shahih, yakni bersambung sanad, adil, dhabit,
syadz, I’lat, keduanya sama. Karena kaum Syi’ah sendiri banyak
mengadopsi konsep hadits para ulama Sunni yang jauh lebih dulu menyusun ilmu
hadits.
Setidaknya Sunni mensyaratkan lima hal
untuk mencapai kategori adil. Yaitu islam, baligh, aqil, taqwa
dan menjaga muru’ah. Sementara
Syi’ah, di luar persyaratan a’dil menurut Sunni, lebih menitikberatkan
percaya terhadap imamah. Namun kenyataannya Syi’ah tidak konsisten secara
epistimologi. Rawi-rawi mereka tidak memenuhi standar. Hadits yang diriwayatkan
oleh orang yang banyak berbohong pun tetap mereka terima. Selama mendukung pendapatnya, meski riwayat itu dha’if
bahkan maudhu’ (palsu) sekalipun akan mereka anggap shahih. Seperti
hadits-hadits tentang wasiat imamah kepada Ali bin Abi Thalib r.a. Tetapi
anehnya hadits yang diterima dari Ali tentang keharaman nikah mut’ah justru
tidak mereka terima.
Mereka mempunyai cara sendiri dalam
menentukan shahihnya sebuah hadits atau tidak. Yang jelas menurut metode
hadits Sunni, kaum Syiah banyak melakukan pelanggaran kaidah ilmiah dan
kejujuran. Perlu diketahui kaum Syi’ah baru menggeluti ilmu hadits setelah
mendapat kritikan dari Syeikh Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa Syi’ah tidak
ilmiah dalam bidang hadits. Dengan kata lain, mereka membuat konsep hadits
hanya sebagai tandingan konsep hadits Sunni. Faktanya dalam pengambilan hadits
mereka tidak memperdulikan ketentuan yang telah mereka buat sendiri. Memang pada
perkembangannya Syi’ah memang tidak berniat untuk menyebarkanluaskan agama
islam. Melainkan men-Syi’ahkan kaum Sunni dengan memanfa’atkan politik dan
kekuasaannya. Syi’ah bukan didirikan atas dasar keimanan. Syi’ah didirikan atas
paradigma politik, maka gerakannya pun banyak menjurus kepada fitnah,
perpecahan, peperangan politik di dunia islam. Bahasan seperti ini harus terus
dilakukan untuk menerangkan seperti apa Syi’ah sebenarnya. Juga sebagai
penegasan bahwa Sunni dan Syi’ah itu sangat jauh berbeda ajarannya. Sehingga
semakin jelas mana yang haq dan mana yang bathil.
Komentar
Posting Komentar