Newest

Transnational Advocacy Network

Transnasionalisme menghadirkan ide baru mengenai berkurangnya peran dari aktor negara. Dalam keadaan ini, transnasionalisme menjadikan hubungan antar negara menjadi lebih cair. Sistem yang mengalami pergeseran ini kemudian memunculkan aktor-aktor non-negara dengan pengaruh yang signifikan. Dalam transnasionalisme, peluang aktor non-negara bisa mempengaruhi kebijakan aktor negara. Bahasan mengenai transnasionalisme atau gerakan transnasional juga tidak sebatas tentang bagaimana sebuah organisasi bergerak. Tetapi juga tentang bagaimana organisasi-organisasi itu berinteraksi di dunia internasional memberikan pengaruhnya. Dalam bahasan ini Margaret E. Keck dan Kathryn Sikkink (1998) mengedepankan sebuah konsep yang dinamakan Transnational Advocacy Networks dimana dijelaskan jenis, pengaruh dan advokasi jaringan transnasional. Jaringan advokasi bagi Margaret dan Kathryn merupakan kata kunci penting di dalam memahami jejaring global. Yang kemudian jaringan advokasi dibagi menjadi cakup...

Konsep Hadist Shahih Perspektif Sunni-Syi’ah



Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang islam, menyebabkan terjadinya kekeliruan dalam memahami dua kelompok Sunni dan Syi’ah. Banyak orang yang menyamakan perbedaan antara Sunni-Syi’ah dengan ikhtilaf di empat imam madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Artinya hanya sebuah perbedaan yang wajar dan tidak perlu dipermasalahkan. Menganggap keduanya sama benar. Karena sama-sama bagian dari islam. Sebagian juga mengartikan Syi’ah itu adalah bentuk dari Revolusi Iran. Padahal jauh sebelum Iran berevolusi (1979) Syi’ah sudah malang melintang di belahan bumi ini sebagai sebuah akidah.

Terdapat perbedaan yang serius di dalam ajaran Sunni-Syi’ah. Bukan hanya masalah furu’iyah saja, melainkan juga dalam hal akidah. Seperti mereka mengkafirkan para sahabat dan istri nabi. Juga  keyakinan kaum Syi’ah tentang semua imam ma’shum (terjaga dari dosa). Padahal seluruh ahlussunnah wal jama’ah sepakat bahwa para sahabat dan istri nabi adalah mulia. Sebagaimana hadits rasul S.A.W, periode sahabat adalah periode terbaik umat Muhammad. Sunni juga menyepakati bahwa manusia ma’shum itu hanyalah para nabi dan rasul. Sangat berbahaya jika kesalahan persepsi tadi dibiarkan begitu saja tanpa ada ketegasan dalam mengklarifikasinya.

Sumber rujukan utama setelah Al Quran adalah hadits shahih Rasulullah S.A.W. Maka perlu kita lakukan penelaahan terkait konsep hadits yang dipakai. Karena Sunni dan Syi’ah sama-sama menjadikannya sebagai sumber pokok kedua, dengan itu kita bisa temukan salahsatu akar penyebab perbedaan dua kelompok ini. Dalam bahasannya tentu kita akan lebih fokus prihal penentuan kualitas hadits.

Hadits shahih menurut konsep Sunni ialah hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, tidak syadz dan tidak terdapat illat (cacat) yang merusak  (Ibnu Shalah, Muqaddimah, hal.9). Sedang Syi’ah mendefinisikannya dengan hadits yang bersambung kepada orang yang ma’sum, diriwayatkan oleh orang yang adil dari kelompok imamiyah serta orang yang semisalnya dalam seluruh tingkatannya, dan tidak terdapat kejanggalan (Ja’far As Subhani, Ushul al Hadits, hal.50). Di dalam syarat pokok hadits shahih, yakni bersambung sanad, adil, dhabit, syadz, I’lat, keduanya sama. Karena kaum Syi’ah sendiri banyak mengadopsi konsep hadits para ulama Sunni yang jauh lebih dulu menyusun ilmu hadits.

Setidaknya Sunni mensyaratkan lima hal untuk mencapai kategori adil. Yaitu islam, baligh, aqil, taqwa dan menjaga muru’ah. Sementara  Syi’ah, di luar persyaratan a’dil menurut Sunni, lebih menitikberatkan percaya terhadap imamah. Namun kenyataannya Syi’ah tidak konsisten secara epistimologi. Rawi-rawi mereka tidak memenuhi standar. Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang banyak berbohong pun tetap mereka terima. Selama mendukung  pendapatnya, meski riwayat itu dha’if bahkan maudhu’ (palsu) sekalipun akan mereka anggap shahih. Seperti hadits-hadits tentang wasiat imamah kepada Ali bin Abi Thalib r.a. Tetapi anehnya hadits yang diterima dari Ali tentang keharaman nikah mut’ah justru tidak mereka terima.

Mereka mempunyai cara sendiri dalam menentukan shahihnya sebuah hadits atau tidak. Yang jelas menurut metode hadits Sunni, kaum Syiah banyak melakukan pelanggaran kaidah ilmiah dan kejujuran. Perlu diketahui kaum Syi’ah baru menggeluti ilmu hadits setelah mendapat kritikan dari Syeikh Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa Syi’ah tidak ilmiah dalam bidang hadits. Dengan kata lain, mereka membuat konsep hadits hanya sebagai tandingan konsep hadits Sunni. Faktanya dalam pengambilan hadits mereka tidak memperdulikan ketentuan yang telah mereka buat sendiri. Memang pada perkembangannya Syi’ah memang tidak berniat untuk menyebarkanluaskan agama islam. Melainkan men-Syi’ahkan kaum Sunni dengan memanfa’atkan politik dan kekuasaannya. Syi’ah bukan didirikan atas dasar keimanan. Syi’ah didirikan atas paradigma politik, maka gerakannya pun banyak menjurus kepada fitnah, perpecahan, peperangan politik di dunia islam. Bahasan seperti ini harus terus dilakukan untuk menerangkan seperti apa Syi’ah sebenarnya. Juga sebagai penegasan bahwa Sunni dan Syi’ah itu sangat jauh berbeda ajarannya. Sehingga semakin jelas mana yang haq dan mana yang bathil.


Komentar

Most Read

Tokoh Hak Asasi Manusia di Indonesia

The Detente

Konflik Poso