Newest

Transnational Advocacy Network

Transnasionalisme menghadirkan ide baru mengenai berkurangnya peran dari aktor negara. Dalam keadaan ini, transnasionalisme menjadikan hubungan antar negara menjadi lebih cair. Sistem yang mengalami pergeseran ini kemudian memunculkan aktor-aktor non-negara dengan pengaruh yang signifikan. Dalam transnasionalisme, peluang aktor non-negara bisa mempengaruhi kebijakan aktor negara. Bahasan mengenai transnasionalisme atau gerakan transnasional juga tidak sebatas tentang bagaimana sebuah organisasi bergerak. Tetapi juga tentang bagaimana organisasi-organisasi itu berinteraksi di dunia internasional memberikan pengaruhnya. Dalam bahasan ini Margaret E. Keck dan Kathryn Sikkink (1998) mengedepankan sebuah konsep yang dinamakan Transnational Advocacy Networks dimana dijelaskan jenis, pengaruh dan advokasi jaringan transnasional. Jaringan advokasi bagi Margaret dan Kathryn merupakan kata kunci penting di dalam memahami jejaring global. Yang kemudian jaringan advokasi dibagi menjadi cakup

Modernisme Pemikiran Politik Muhammad Abduh



Syeikh Muhammad Abduh adalah salah satu ulama yang melakukan modernisasi pemikiran politik. Modernisasi berarti atau identik dengan rasionalisasi yakni proses perombakan pola berpikir dan tata kerja yang tidak rasional (aqliyah) serta menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja yang baru. Ia mengkritisi taklid dalam ajaran agama islam dengan menghadirkan gagasan bahwa pintu ijtihad belum ditutup. Reformasi akal, akidah dan akhlak adalah misi yang dibawa Abduh. Pemikiran Abduh ini banyak dipengaruhi oleh gurunya Jamaluddin Al-Afgani, yang menghendaki pembaharuan masyarakat Islam. Namun caranya untuk mencapai tujuan memiliki perbedaan. Jamaluddin menghendaki jalan revolusi, sedangkan Muhammad Abduh memandang revolusi dalam lapangan politik tidak akan ada artinya sebelum ada perubahan mental secara berangsur-angsur. Abduh menghapus dikotomi pendidikan ilmu Agama dan ilmu Umum di Mesir.
Pandangan politik Abduh dilatarbelakangi kehadiran Barat di dunia Islam, khususnya Mesir, dan situasi dunia Islam yang berkembang ketika itu, mengalami penjajahan dan kolonialisme oleh negara-negara Barat. Abduh sangat menyesalkan sikap penguasa muslim dan ulama yang member kesempatan  kepada bangsa Barat untuk menguasasi mereka. Kepada pemimpin Muslim yang pro barat tersebut Abduh memandang mereka sebagai antek-antek imperialis Barat yang berkonpirasi menindas rakyat. Pemimpin inilah kata Abduh yang menjadi penyebab kehancuran akhlak di dalam masyarakat. Menurut Abduh kondisi seperti ini dikarenakan umat Islam yang sudah terasuki paham-paham dari luar Islam. Umat Islam sudah dijangkit oleh paham jumud (beku,stasis) sehingga tidak mau berpikir dinamis mencapai kemajuan.
Konstribusi pemikiran politik Muhammad Abduh:
a.       Ajakan Membebaskan Tanah Air
Abduh menegaskan bahwa kaum Muslim agar membebaskan diri dari kolonialisme asing yang menguasai.
b.      Perlunya Pengembangan Ijtihad
Umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya dan membersihkan segala macam bentuk bid’ah dan khurafat. Umat Islam harus berani membuka ijtihad untuk menjawab berbagai persoalan. Islam harus melakukan interpretasi ulang terhadap pendapat ulama masa lalu yang mungkin tidak lagi sejalan dengan masa yang sekarang.
c.       Sistem Pemerintahan
Pemerintahan yang otoriter yang tidak dibatasi  oleh peraturan perundang-undangan harus beralih ke pemerintahan yang konstitusional. Untuk itu perlunya lembaga perwakilan untuk mengontrol kekuasaan. Dalam hal ini Abduh tidak menyalahkan apabila meniru Barat sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Abduh menyetujui majelis parlemen dalm penyaluran aspirasi rakyat apabila bermanfaat bagi umum. Dalam satu majelis beberapa orang perwakilan rakyat untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Bersama Jamaluddin Al-Afghani , Abduh menyeru pentingnya mendirikan  Asosiasi Islam (Jami’ah Islamiyyah). Asosiasi ini diharapkan bisa menyatukan kembali negara-negara Islam setelah bebas dari kekuasaan khalifah  yang memiliki kekuasaan agama dan kekuasaan politik secara sekaligus. Khalifah yang berkuasa harus mengadopsi sistem pemerintahan modern sebagaimana yang diterapkan Barat.
d.      Sistem Hukum
Abduh menolak umat Islam yang mencoba mencari sistem hukum yang tidak sejalan dengan tradisi dan budaya masyarakatnya. Seperti jika umat Islam menerapkan liberalism. Karena kalau diterpkan maka mereka akan kehilangan identitasnya sebagai masyarakat yang religius.
e.       Pembatasan Kekuasaan
Selain mendorong pembatasan kekuasaan kepala negara, ia juga menolak adanya kekuasaan keagamaan. Baginya, Islam tidak memberikan kekuasaan kepada seseorang atau suatu kelomok orang untuk menindak orang lain atas dasar mandat agama atau dari Tuhan.
f.       Sistem Demokrasi
Abduh menerima ide Barat tentang demokrasi yang menyatakan bahwasannya kekuasaan itu adalah milik rakyat dan penguasa hanya menjalankan amanah yang diberikan rakyat kepadanya. Rakyat dapat menggulingkan penguasa apabila bertindak despotic dan tidak adil serta kesejahteraan rakyat menuntut hal ini. Demokrasi di sini adalah musyawarah yang menjamin kebebasan individu dalam berbicara, berpikir dan bekerja.
g.      Hubungan Agama dan Politik
Abduh menganggap bahwa partai itu didasarkan atas kesadaran bahwa semua orang dalam suatu negara adalah saudara satu sama lain dan hak-hak mereka dalam politik dan hukum sama, tidak dibeda-bedakan keyakinan. Maka dari itu partai yang dibentuk Abduh adalah partai nasional bukan partai Islam.
h.      Sistem Ekonomi
Muhammad Abduh tidak setuju dengan sistem kapitalis, tetapi lebih condong kepada kekayaan bagi mayoritas rakyat. Cara ini dipandang sebagai orientasi sosialisme.

Referensi:

Mufti, Muslim. 2015. Politik Islam Sejarah dan Pemikiran. Bandung: CV Pustaka Mulia. Hlm, 133-143.

Komentar

Most Read

Tokoh Hak Asasi Manusia di Indonesia

The Detente

Konflik Poso