Negara
bermartabat adalah negara yang dengan bangga mengamalkan dasar hukumnya di
semua aspek kehidupan. Seharusnya Indonesia dengan ideologinya, Pancasila yang
begitu mulia, sebagai norma yang betul-betul menata, setiap kalangannya tertib
hukum, damai dan tentram, dan menjadi bangsa tauladan bagi bangsa-bangsa
lainnya. Namun kenyataannya Indonesia tidak seperti itu. Salah siapa? Siapa
yang bertanggung jawab? Nilai luhur Pancasila sebagai acuan bangsa ini nampaknya
bukan terlupakan, tapi dilupakan. Kandungan yang terdapat dalam pancasila
memiliki kesesuaian dengan fitrah Ilahiyah yang tercantum dalam kitab suci
sejumlah ajaran agama di Indonesia. Nilai dan makna luhur yang terkandung dalam
Pancasila tidak bertentangan dengan nilai yang diamalkan sebagai landasan hidup
pemeluk agama apa pun. Begitulah pancasila dengan sifatnya yang universal,
terkandung di dalamnya nilai-nilai religius dan etis. Pancasila yang terdiri
atas lima dasar negara pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Setiap sila adalah suatu asas sendiri dengan fungsi sendiri-sendiri namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
Kesisteman tersebut diantaranya,sila kedua yakni kemanusiaan yang adil dan
beradab didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa sekaligus
mendasari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penjelasannya,
menurut Notonegoro, negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan manusia.
Maka dalam hal ini manusia adalah subjek pendukung pokok negara. Yang
pengertiannya mengandung makna sebagai berikut: rakyat adalah unsur pokok
negara dan merupakan totalitas individu yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan
dalam hidup bersama.
Kembali muncul sebuah pertanyaan, apakah kenyataannya seperti demikian? Untuk
mewujudkan cita-cita tecapainya keadilan dalam hidup bersama, sangat penting adanya
keseimbangan antara peran pemerintah dan rakyat. Pemerintah menjalankan
tugasnya dengan baik. Rakyat pun menjadi rakyat yang baik dan pengontrol setiap
gerak dari pemerintahnya. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai
ulah oknum-oknum pemerintah kita yang tidak semestinya dan kebanyakan
sangat bertolak belakang dengan falsafah Pancasila, sementara rakyatnya kebanyakan
hanya berdiam diri menyaksikan ulah mereka menodai kesucian Pancasila.
Pelanggaran Nilai Falsafah
Beberapa pelanggaran memalukan yang dilakukan sejumlah orang berwewenang
di negeri ini semakin menegaskan kesemrawutan Indonesia yang katanya negara
dengan keluhuran budi Pancasilanya. Terkuaknya kasus-kasus korupsi di
lembaga-lembaga penegak hukum menampakkan wajah buram sejarah korupsi di
Indonesia. Mengapa korupsi menjadi penyakit menahun si setiap lembaga dan
departemen di Indonesia? Pasalnya, Pancasila yang memuat nilai-nilai moral dan
etis seakan menjadi pepesan kosong yang tak bemakna dan dilupakan.
Diantara kasus yang cukup menggelitik telinga kita adalah kasus korupsi
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Kasus Akil diantaranya, pertama
adalah suap Bupati nonaktif Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua, sebesar Rp 2,989
miliar agar Akil mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil
Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara.
Kemudian suap mantan pasangan kandidat kepala daerah Kabupaten Lebak tahun
2013, Amir Hamzah dan Kasmin sebesar Rp 1 miliar dengan maksud mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Juga kasus suap Bupati nonaktif Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri dan istrinya
Suzana sebesar Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu atau setara dengan sekitar Rp 5
miliar agar majelis hakim MK mengabulkan gugatan yang diajukan Budi terkait
sengketa Pilkada Empat Lawang.
Sang Ketua Mahkamah, Sang Pemutus hukum yang dikendalikan uang, bukan
nilai-nilai yang tertanam dalam Pancasila yang agung.
Contoh kasus di atas hanya satu dari sekian banyak kasus korupsi yang
mencoreng nama baik bangsa. Korupsi yang dilakukan pemerintah menurut penulis
sendiri adalah pelanggaran berat. Dan ironisnya korupsi di Indonesia kebanyakan
dilakukan oleh aparatur negara. Untuk mengatasi masalah ini perlu ada suatu indikator
yang memandang budaya korupsi. Pembahasan ini harus dilakukan dengan cara
pandang Pancasila dan memang sudah tekandung dalam masing-masing sila. Sila
pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Mengajarkan semua rakyat Indonesia taat
beragama sesuai kepercayaan yang dianutnya. Dalam agama tidak dibenarkan
perbuatan mencuri, serakah. Maka korupsi dari satu sudut, dengan seluruh warga
Indonesia menyetujuinya, merupakan hal yang sangat bertentangan dengan
kebenaran. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Korupsi menyebabkan
kemiskinan di Indonesia. Dengan menggunakan kepentingan umum untuk kepentingan
pribadi. Mengakibatkan stratifikasi sosial yang begitu tampak di kehidupan
bangsa ini. Yang kaya akan semakin kaya di atas orang miskin yang semakin
miskin. Sila kelima, Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Indonesia adalah
negara hukum yang setiap perkaranya harus diputuskan secara adil dan tidak
memihak, harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun realitanya penegakkan
hukum di Indonesia belum seadil yang diharapkan. Realita ini menggambarkan
bagaimana perspektif Pancasila terhadap budaya korupsi sangat memprihatinkan
dengan kenyataan yang terjadi di kehidupan masyarakat. Bangsa yang baik harus
mengimplementasikan Pancasila sebagai pedoman berprilaku dengan baik dan benar.
Generasi muda yang memahami Pancasila menjadi harapan pemutus mata rantai
korupsi yang marak terjadi. Pendidikan Pancasila dalam hal ini sangat penting,
tidak hanya untuk pengetahuan semata melainkan untuk dihayati serta diterapkan
kandungannya. Tak sedikit keputusan-keputusan yang ditetapkan pengadilan di
Indonesia mencederai Pancasila. Maka diperlukan
manusia-manusia baru berpancasila yang terlibat di setiap bagian pemerintahan.
Agar Pancasila Falsafah Bangsa tidak lagi hanya menjadi simbol negara, tetapi
ruh bangsa yang hidup.
Komentar
Posting Komentar