Newest

Transnational Advocacy Network

Transnasionalisme menghadirkan ide baru mengenai berkurangnya peran dari aktor negara. Dalam keadaan ini, transnasionalisme menjadikan hubungan antar negara menjadi lebih cair. Sistem yang mengalami pergeseran ini kemudian memunculkan aktor-aktor non-negara dengan pengaruh yang signifikan. Dalam transnasionalisme, peluang aktor non-negara bisa mempengaruhi kebijakan aktor negara. Bahasan mengenai transnasionalisme atau gerakan transnasional juga tidak sebatas tentang bagaimana sebuah organisasi bergerak. Tetapi juga tentang bagaimana organisasi-organisasi itu berinteraksi di dunia internasional memberikan pengaruhnya. Dalam bahasan ini Margaret E. Keck dan Kathryn Sikkink (1998) mengedepankan sebuah konsep yang dinamakan Transnational Advocacy Networks dimana dijelaskan jenis, pengaruh dan advokasi jaringan transnasional. Jaringan advokasi bagi Margaret dan Kathryn merupakan kata kunci penting di dalam memahami jejaring global. Yang kemudian jaringan advokasi dibagi menjadi cakup

Falsafah Bangsa yang Terlupakan

 Negara bermartabat adalah negara yang dengan bangga mengamalkan dasar hukumnya di semua aspek kehidupan. Seharusnya Indonesia dengan ideologinya, Pancasila yang begitu mulia, sebagai norma yang betul-betul menata, setiap kalangannya tertib hukum, damai dan tentram, dan menjadi bangsa tauladan bagi bangsa-bangsa lainnya. Namun kenyataannya Indonesia tidak seperti itu. Salah siapa? Siapa yang bertanggung jawab? Nilai luhur Pancasila sebagai acuan bangsa ini nampaknya bukan terlupakan, tapi dilupakan. Kandungan yang terdapat dalam pancasila memiliki kesesuaian dengan fitrah Ilahiyah yang tercantum dalam kitab suci sejumlah ajaran agama di Indonesia. Nilai dan makna luhur yang terkandung dalam Pancasila tidak bertentangan dengan nilai yang diamalkan sebagai landasan hidup pemeluk agama apa pun. Begitulah pancasila dengan sifatnya yang universal, terkandung di dalamnya nilai-nilai religius dan etis. Pancasila yang terdiri atas lima dasar negara pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.[1] Setiap sila adalah suatu asas sendiri dengan fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.[2] Kesisteman tersebut diantaranya,sila kedua yakni kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa sekaligus mendasari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penjelasannya, menurut Notonegoro, negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan manusia. Maka dalam hal ini manusia adalah subjek pendukung pokok negara. Yang pengertiannya mengandung makna sebagai berikut: rakyat adalah unsur pokok negara dan merupakan totalitas individu yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama.[3] Kembali muncul sebuah pertanyaan, apakah kenyataannya seperti demikian? Untuk mewujudkan cita-cita tecapainya keadilan dalam hidup bersama, sangat penting adanya keseimbangan antara peran pemerintah dan rakyat. Pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik. Rakyat pun menjadi rakyat yang baik dan pengontrol setiap gerak dari pemerintahnya. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai ulah oknum-oknum pemerintah kita yang tidak semestinya dan kebanyakan sangat bertolak belakang dengan falsafah Pancasila, sementara rakyatnya kebanyakan hanya berdiam diri menyaksikan ulah mereka menodai kesucian Pancasila.

Pelanggaran Nilai Falsafah 
Beberapa pelanggaran memalukan yang dilakukan sejumlah orang berwewenang di negeri ini semakin menegaskan kesemrawutan Indonesia yang katanya negara dengan keluhuran budi Pancasilanya. Terkuaknya kasus-kasus korupsi di lembaga-lembaga penegak hukum menampakkan wajah buram sejarah korupsi di Indonesia. Mengapa korupsi menjadi penyakit menahun si setiap lembaga dan departemen di Indonesia? Pasalnya, Pancasila yang memuat nilai-nilai moral dan etis seakan menjadi pepesan kosong yang tak bemakna dan dilupakan.
Diantara kasus yang cukup menggelitik telinga kita adalah kasus korupsi Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Kasus Akil diantaranya, pertama adalah suap Bupati nonaktif Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua, sebesar Rp 2,989 miliar agar Akil mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara.[4] Kemudian suap mantan pasangan kandidat kepala daerah Kabupaten Lebak tahun 2013, Amir Hamzah dan Kasmin sebesar Rp 1 miliar dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.[5] Juga kasus suap Bupati nonaktif Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri dan istrinya Suzana sebesar Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu atau setara dengan sekitar Rp 5 miliar agar majelis hakim MK mengabulkan gugatan yang diajukan Budi terkait sengketa Pilkada Empat Lawang.[6] Sang Ketua Mahkamah, Sang Pemutus hukum yang dikendalikan uang, bukan nilai-nilai yang tertanam dalam Pancasila yang agung.
Contoh kasus di atas hanya satu dari sekian banyak kasus korupsi yang mencoreng nama baik bangsa. Korupsi yang dilakukan pemerintah menurut penulis sendiri adalah pelanggaran berat. Dan ironisnya korupsi di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh aparatur negara. Untuk mengatasi masalah ini perlu ada suatu indikator yang memandang budaya korupsi. Pembahasan ini harus dilakukan dengan cara pandang Pancasila dan memang sudah tekandung dalam masing-masing sila. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Mengajarkan semua rakyat Indonesia taat beragama sesuai kepercayaan yang dianutnya. Dalam agama tidak dibenarkan perbuatan mencuri, serakah. Maka korupsi dari satu sudut, dengan seluruh warga Indonesia menyetujuinya, merupakan hal yang sangat bertentangan dengan kebenaran. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Korupsi menyebabkan kemiskinan di Indonesia. Dengan menggunakan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi. Mengakibatkan stratifikasi sosial yang begitu tampak di kehidupan bangsa ini. Yang kaya akan semakin kaya di atas orang miskin yang semakin miskin. Sila kelima, Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Indonesia adalah negara hukum yang setiap perkaranya harus diputuskan secara adil dan tidak memihak, harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun realitanya penegakkan hukum di Indonesia belum seadil yang diharapkan. Realita ini menggambarkan bagaimana perspektif Pancasila terhadap budaya korupsi sangat memprihatinkan dengan kenyataan yang terjadi di kehidupan masyarakat. Bangsa yang baik harus mengimplementasikan Pancasila sebagai pedoman berprilaku dengan baik dan benar.
Generasi muda yang memahami Pancasila menjadi harapan pemutus mata rantai korupsi yang marak terjadi. Pendidikan Pancasila dalam hal ini sangat penting, tidak hanya untuk pengetahuan semata melainkan untuk dihayati serta diterapkan kandungannya. Tak sedikit keputusan-keputusan yang ditetapkan pengadilan di Indonesia mencederai Pancasila. Maka  diperlukan manusia-manusia baru berpancasila yang terlibat di setiap bagian pemerintahan. Agar Pancasila Falsafah Bangsa tidak lagi hanya menjadi simbol negara, tetapi ruh bangsa yang hidup.














[1] Prof. Dr. Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014), hlm. 51.
[2] Ibid, 52.
[3] Ibid, 58.
[4] Bayu Galih, “Rekeningnya Masih Diblokir, Akil Akan Gugat KPK Secara Perdata”, Dikutip dari http://kompas.com pada 21 September 2015
[5] Laksono Hari Wiwoho, “Bersama Atut, Mantan Kandidat Pilkada Lebak Ini Suap Akil Mochtar Rp 1 Miliar”, http://kompas.com pada 23 September 2015
[6] Bayu Galih, “Bupati Empat Lawang dan Istri Didakwa Suap Akil Mochtar Rp 15 Miliar”, http://kompas.com 17 September 2015

Komentar

Most Read

Tokoh Hak Asasi Manusia di Indonesia

The Detente

Konflik Poso