Newest

Transnational Advocacy Network

Transnasionalisme menghadirkan ide baru mengenai berkurangnya peran dari aktor negara. Dalam keadaan ini, transnasionalisme menjadikan hubungan antar negara menjadi lebih cair. Sistem yang mengalami pergeseran ini kemudian memunculkan aktor-aktor non-negara dengan pengaruh yang signifikan. Dalam transnasionalisme, peluang aktor non-negara bisa mempengaruhi kebijakan aktor negara. Bahasan mengenai transnasionalisme atau gerakan transnasional juga tidak sebatas tentang bagaimana sebuah organisasi bergerak. Tetapi juga tentang bagaimana organisasi-organisasi itu berinteraksi di dunia internasional memberikan pengaruhnya. Dalam bahasan ini Margaret E. Keck dan Kathryn Sikkink (1998) mengedepankan sebuah konsep yang dinamakan Transnational Advocacy Networks dimana dijelaskan jenis, pengaruh dan advokasi jaringan transnasional. Jaringan advokasi bagi Margaret dan Kathryn merupakan kata kunci penting di dalam memahami jejaring global. Yang kemudian jaringan advokasi dibagi menjadi cakup

Perda Syariah
















Secara historis, pemberlakuan syariat sebagai sistem hukum di Indonesia sudah mempunyai landasan sejarah yang kuat, yaitu sejak Islam masuk ke Indonesia. Tetapi sesudah penjajah Eropa masuk dan menguasai wilayah-wilayah Indonesia, maka alur sejarah itu mereka potong dan hukum syariat mereka hapus. Sebagai penggantinya, mereka paksakan hukum Eropa yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Bahkan bukti-bukti historis tentang pelaksanaan syariat pun mereka lenyapkan. Namun pasca reformasi, isu pelaksanaan syariat Islam semakin merebak di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini seiring semangat otonomi daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Didahului oleh Aceh yang secara gencar menuntut perwujudan syariat Islam di daerahnya, yang kemudian disetujui oleh pemerintah pusat.
Fenomena ini bukan tidak menimbulkan pro dan kontra, bahkan dalam masyarakat Islam sendiri. Kelompok yang pro mengatakan, sudah sewajarnya syariat Islam menjadi landasan hukum kehidupan berbangsa dan bernegara, karena umat Islam adalah mayoritas penduduk Indonesia. Mereka menyerukan umat Islam untuk kembali pada Alquran dan al-Sunah, agar berbagai problema sosial politik yang sekarang melanda bangsa Indonesia dapat diatasi. Tidak semua masyarakat Islam sepakat dengan kelompok pro, akan tetapi ada kelompok kontra yang tentunya bukan tidak setuju dengan syariat Islam, tetapi hanya menolak pemahaman keagamaan kelompok pertama. Menurut mereka, apa yang dipahami kelompok pertama sebagai syariat Islam tak lain adalah fikih yang dikembangkan ulama Islam awal. Problemanya, dengan beragamnya sudut pandang fikih yang terdapat di negeri ini. Pendapat kelompok manakah yang akan dijadikan rujukan. Bukankan pemaksaan pandangan satu versi syariat Islam saja, justru bertentangan dengan semangat Islam sendiri. Lagi pula, bukankah selama ini syariat Islam sudah terinternalisasi dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Menurut kelompok kontra, ada atau tidaknya aturan bernuansa syariat Islam, masyarakat pun sudah hidup dengan tuntunan syariat.
Syariat Islam merupakan bagian dari Problematika Umat Islam di Indonesia, tetapi beberapa daerah di Indonesia seperti Desa Padang Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan mampu memberikan bukti konkrit bahwa penerapan Peraturan deaerah memberikan dampak positif terhadap aspek-aspek tertentu secara signifikan.
Penerapan Syaria’t Islam adalah suatu upaya untuk menjadikan Syariah Islam sebagai Konstitusi dan undang-undang negara. Konstitusi Syariah adalah upaya untuk menjadikan Syariah Islam sebagai Undang-undang negara, sedangkan undang–undang negara adalah seluruh aturan yang lahir dari konstitusi negara. Konstitusi syari’at hanya memuat pokok-pokok terpenting dari Syaria’t Islam yang bisa menggambarkan Syariah Islam secara utuh dan menyeluruh, meskipun dengan redaksi yang sangat global dan ringkas disitulah sebenarnya manhaj penerapan Syariah Islam dalam berbagai bidang dipaparkan. Sedang yang dimaksud dengan syariat Islam ialah apa yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-Nya, kaum muslimin tentang hukum.
Bagi seorang muslim menegakkan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang harus dilaksanakan karena demikianlah yang diperintahkan Allah kepada setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Allah berfirman dalam al-Qur’an yang artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain), tentang urusan mereka...”(Q.S. Al-ahzab/33:36).

Penerapan Syari’at Islam sudah berlangsung di beberapa kerajaan Nusantara baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Setelah sekian puluh tahun isu penerapan Syari’at Islam hilang dari pentas nasional maka pada era reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaannya tanggal 21 Mei 1998, penerapan Syari’at Islam di Indonesia kembali disuarakan kaum Muslimin baik melalui parlemen maupun di luar parlemen. Seperti yang terjadi di parlemen ketika sidang tahunan MPR RI tanggal 7-18 Agustus 2000, dimana Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dan Fraksi Partai Bulan Biantang (F-PBB) dengan konsisten memperjuangkan masuknya kembali ‘tujuh kata’ dalam Piagam Jakarta ke dalam rumusan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945. Tapi usulan ini pun kembali mendapat penentangan dan pro-kontra di kalangan anggota dewan maupun masyarakat secara umum yang pada akhirnya mengalami kegagalan untuk yang kesekian kalinya. Tidak berhasilnya usulan perubahan Pasal 29 UUD 1945 terutama ayat (1) tidak menyurutkan semangat kalangan pendukung Piagam Jakarta untuk terus memperjuangkan penerapan Syari’at Islam baik dalam forum konstitusional kenegaraan maupun di masyarkat. Ormas-ormas Islam seperti, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Hizbullah, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Milisi Ansharullah, Hizbut Tahrir, Al Irsyad Al Islamiyah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Pelajar Islam Indonesia (PII). Serta masih banyak lagi ormas, yayasan dan lembaga da’wah yang turut menyuarakan penerapan Syari’at Islam.




Komentar

Most Read

Tokoh Hak Asasi Manusia di Indonesia

The Detente

Konflik Poso