Sekilas
tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), adalah sebuah organisasi internasional
yang didirikan pada 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional. Lembaga
ini merupakan pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan didirikan pasca Perang Dunia II
untuk mencegah terjadinya hal serupa. Tujuan utama PBB adalah untuk menjaga
keamanan dan kedamaian dunia, mendorong dan mempromosikan penghormatan terhadap
HAM, pembangunan ekonomi, melindungi lingkungan dan pembangunan sosial.
Konflik Agama
Semua agama menganjurkan kepada
umatnya untuk mengasihi sesama makhluk hidup dan bersikap positif terhadap
alam. Harmoni kehidupan di dunia merupakan inti dari pesan agama-agama. Umat
dari setiap agama memiliki kewajiban menerapkan ajaran-ajaran agamnya dalam
kehidupan sehari-harinya. Namun kenyatannya, kerusuhan-kerusuhan sosial yang
merebak selalu bernuansa keagamaan yang cukup mencolok mewarnai rentetan
peristiwa-peristiwa tersebut (Tolikara, Aceh, Palestina, Yaman dan Syria). Di
sini timbul pertanyaan tentang posisi agama yang sebagai pengemban nilai-nilai
humanisme yang tidak destruktif. Diasumsikan bahwa agama merupakan sebuah
kekuatan dalam kehidupan politik yang tidak bisa diabaikan. Agama merupakan
kekuatan politik yang amat riil melebihi kekuatan dari kelompok-kelompok suku,
ideology maupun kedaerahan. Kerusuhan dan peristiwa kekerasan massal yang
terjadi belakangan ini merupakan fenomena memilukan kehidupan beragama. Tidak hanya
meninjau banyaknya korban jiwa yang jatuh, banyak pranata sosial dan pranata
agama yang menjadi amukan massa. Konflik-konflik sosial yang terjadi di dunia,
termasuk Indonesia, dimulai oleh perebutan sumber daya. Bila perebutan yang
terjadi berjalan sesuai dengan aturan main yang mereka anggap adil, maka tidak
akan terjadi konflik sosial di antara mereka. Kerusuhan sosial sebagai konflik
antar suku bangsa, agama, yang terwujud dari saling penghancuran oleh suatu
kelompok terhadap kelompok lainnya, juga terwujud sebagai kegiatan perang
penaklukan yang bertujuan menguasai wilayah, adalah untuk menciptakan
kebudayaan dominan dalam wilayah yang dikuasainya. Seperti kasus pembantaian
terhadap muslim di Bosnia pada juli 1995 di Srebrenica oleh pasukan Republik
Srpska pimpinan Ratko Mladic. Mahkamah Internasional menetapkan kejadian ini
sebagai genosida dan pembunuhan massal terbesar di Eropa semenjak Perang Dunia
ke II dengan korban jiwa mencapai 8.373. Peperangan antara Serbia dan Bosnia
sudah berlangsung sejak 1992. Karena kekejaman dan pembersihan etnis yang
dilakukan para tentara Serbia, umat Muslim Bosnia harus mengungsi ke kamp
Srebrenica sebagai kamp terbesar dan dinyatakan oleh PBB sebagai Zona aman yang
dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Negeri Belanda. Pada tanggal 11 Juli
1995 pasukan Serbia memasuki Srebrenica dan tanggal 13 Juli adalah pembantaian
pertama dan berlangsung hingga lima hari. Retko Mladic sebelum melakukan
pembantaian berkata dalam pidatonya: “Hari ini, tanggal 11 Juli 1995, di
Srebrenica Serbia, ketika Serbia akan menyambut hari sucinya, kami menyerahkan
kota ini kepada Bangsa Serbia. Sebagai peringatan pada penentangan melawan
Turki. Saatnya sudah tiba untuk membalas dendam terhadap kaum Muslimin. Sangat
jelas, motif dari pembantaian ini adalah ingin melenyapkan kaum Muslimin dari
tanah Bosnia.
Di mana peran PBB?
Peran PBB dalam konflik yang
terjadi di masyarakat dunia sebenarnya cukup besar. Tetapi persoalannya adalah
keputusan PBB kerapkali diabaikan, apalagi kalau keputusan itu bertentangan
dengan negara-negara kuat. Di tambah lagi kenyataan bahwa PBB dikendalikan oleh
negara-negara kuat tersebut. Jadi apa yang tampak terkadang bukan sesuatu yang
sebenarnya. Ini yang dinamakan dengan era proxy war, dimana peperangan
tidak lagi dengan cara berhadapan secara langsung. Permainan isu seringkali
dijadikan instrument dalam peperangan model demikian. Keterlibatan PBB dalam
penyelesaian konflik sudah dilakukan. Hal itu bisa dilihat misalnya pada
konflik Israel-Palestina dengan pemisahan Palestina menjadi Negara Yahudi dan
Negara Arab melalui resolusi 181. Tetapi resolusi tersebut tidak ditaati oleh
kedua kelompok yang berkonflik, dengan alasan tertentu misalnya PBB lebih
berpihak kepada Israel. Konflik Palestina-Israel ini hanya sebagai contoh bahwa
PBB dalam konteks pertikaian masyarakat sudah memberikan konstribusinya sesuai
dengan tujuan awal berdirinya. Tetapi karena semua konflik yang terjadi itu
lebih dominan politik kekuasaan dan ekonomi, maka penyelesaian persoalan
menjadi sulit diperoleh dengan baik. Dan kondisi itu diperparah ketika kemudian
konflik tersebut diseret pada lingkaran akidah dan kepercayaan yang sensitif.
Komentar
Posting Komentar