Sejarah
awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300
tahun sebelum masehi. Pada sekitar abad ke dua sebelum masehi, bangsa Cina
mendirikan koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun lima abad kemudian bangsa
Korea mengusir mereka dari wilayah Korea. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan,
yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668-935) membawa puncak ilmu pengetahuan
dan budaya yang besar. Kemudian terjadi kerusuhan dalam negeri pada abad ke 10
hingga jatuhnya dinasti Silla dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama
kepemimpinan dinasti Koryo (935-1392), Korea mengalami banyak serbuan, tentara
Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu Korea menjadi bagian dari
kekaisaran Mongol.
Setelah
runtuhnya Mongol pada akhir abad ke 14, berbagai golongan bangsawan dan militer
berusaha memegang kekuasaan di Korea. Akhirnya seorang jenderal yang bernama Yi
Sung-Gy menghilangkan pemerintahan yang korup dan mendirikan dinasti Yin
(1392-1910). Kongfuciusme diperkenalkan sebagai agama resmi. Reformasi politik
dan social pun dimulai. Ibu kota negara dipindahkan dari Kaesong ke Seoul.
Namun Korea masih terancam oleh Cina dan Jepang. Kedua negara tersebut ingin
menguasai Korea untuk memperluas wilayah mereka. Setelah serangan yang gagal di
Kepang pada tahun 1592-1598, Korea jatuh di bawah kekuasaaan Mancu dari utara.
Beberapa abad berikutnya, Korea menutup diri dari pergaulan dunia dan menjadi
pertapa.
Pada
tahun 1800-an, Rusia, Jepang dan Cina bersaing untuk menguasai Korea. Setelah
perang Rusia-Jepang pada tahun 1904-1905, Jepang bergerak ke semenanjung Korea dan berhasil menguasai pada tahun 1910.
Pada tahun 1919, penduduk Korea mengadakan demonstrasi secara damai karena
menginginkan kemerdekaan. Akan tetapi, polisi Jepang membubarkannya, dan
terjadi pembunuhan dalam aksi tersebut.
Pada
tahun 1945, di akhir perang Dunia II, tentara Uni Soviet menduduki bagian utara
Korea sedangkan Amerika di bagian selatan. Setelah membuat suatu perjanjian,
Korea dibagi sejajar dengan garis lintang 38 derajat. Pada bagian selatan
berdirilah Republik Korea, sedangkan di bagian utara Korea didirikan Republik Demokratik Rakyat Komunis.
Republik
Korea atau Korea Selatan berdiri pada tanggal 15 Agustus 1945 dipimpin oleh
presiden Syngman Rhee. Pada tanggal 25 Juni 1950, tentara Korea Utara menyerang
Korea Selatan dalam upaya menyatukan Korea dibawah kekuasaan komunis. Korea
Utara yang memakai persenjataan yang disediakan oleh Uni Soviet menang atas
Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan PBB, Korea Selatan diselamatkan atas
kekalahan dan pertempuran pun diakhiri dengan gencatan senjata pada bulan Juli
1953.
Pasca
berakhirnya Perang Korea, Korsel dihadapkan oleh masalah baru berupa timbulnya
perselisihan antara presiden Korsel Rhee dengan parlemen Korsel karena Rhee
ingin berkuasa selama mungkin dengan memanipulasi konstitusi. Hingga akhirnya
tahun 1960, Rhee terpaksa meletakkan jabatannya pasca timbulnya kerusuhan
berdarah antara polisi dan mahasiswa. Namun kondisi domestic Korsel tidak
lantas langsung membalik karena faksi-faksi dalam pemerintahan Korsel kini
malah saling sikut karena ingin memanfaatkan posisi lowong yang ditinggalkan
Rhee. Ketika situasi politik tidak kunjung membaik yang semakin diperparah
dengan maraknya praktik korupsi, sejumlah petinggi militer Korsel yang dipimpin
oleh Park Chung Hee lantas nekat melakukan kudeta. Park kemudian naik menjadi
presiden baru Korsel. Di masa sekarang
Korsel dikenal sebagai negara Asia yang
paling maju dengan iklim yang demokratis. Namun jika kita menengok beberapa
dekade seperti diatas, kondisinya ternyata sama sekali berbeda karena Korsel
pada dekade 60-an ini lebih dikenal sebagai negara miskin dan korup dengan
kondisi sosial yang tidak stabil.
Masa
pemerintahan Park sendiri tidak benar-benar mulus. Karena sebagai akibat dari
gaya pemerintahannya yang cenderung otoriter. Sejak dekade 70-an rakyat Korsel
turun ke jalan untuk memprotes pemerintahannya. Park lantas merespon aksi
protes tersebut dengan cara melakukan penangkapan missal, namun gelombang aksi
protes tidak surut. Sebelumnya, pada tahun 1966, Park selamat dari percobaan
pembunuhan yang dilakukan oleh agen rahasia Korut. Keberuntungan Park sayangnya
tidak berlanjut setelah pada tahun 1979 ia tewas akibat dibunuh oleh pemimpin
KCIA, Kim Jae Kyu. Hal yang ironis, mengingat tujuan Park mendirikan KCIA
adalah untuk menjaga kelanggengan rezimnya.
Pasca
tewasnya Park, Choe Kyu Ha lalu diangkat menjadi presiden baru Korsel. Setahun
kemudian, menyusul timbulnya demonstrasi besar oleh para mahasiswa yang
menginginkan demokratisasi penuh negaranya. Choe menerapkan hokum darurat
militer, melarang partai-partai politik dan menutup paksa sejumlah universitas
yang dituding menjadi basis gerakan mahasiswa pemberontak. Masih di tahun yang
sama (1980), Korsel kembali mengalami pergantian kepemimpinan setelah Chun Doo
Hwan terpilih menjadi presiden baru Korsel.
Tahun
1981 Chun memperbolehkan partai-partai politik Korsel kembali beroperasi, namun
aktivitas publik masih tetap diawasi secara ketat. Chun tetap memegang
jabatannya sebagai presiden setelah dirinya memenangkan Pemilu di tahun yang
sama. Di bawah Chun Korsel masih tetap melanjutkan tren pertumbuhan ekonomi dan
industrialisasi berskala nasional. Namun seiring berjalannya waktu pamor rezim
Chun justru berangsur-angsur menurun akibat terjadinya rentetan skandal yang
melibatkan anggota pemerintahannya. Seperti yang terjadi tahun 1982 terjadi
skandal keuangan yang melibatkan anggota pemerintahan sehingga Chun harus
mengganti separuh anggota kabinetnya.
Ketika
rezim Chun memasuki titik terendahnya, Chun lalu mencoba merumuskan konstitusi
baru untuk mengembalikan iklim demokrasi di Korsel secara penuh sekaligus
menarik kembali simpati rakyat Korsel. Beberapa poin penting dari konstitusi
tersebut adalah pemangkasan masa jabatan presiden yang awalnya 7 tahun menjadi
5 tahun dan berubahnya sistem pemilihan presiden dimana kini presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat. Hasilnya tahun 1987 konstitusi tersebut disahkan
setelah masyarakat Korsel menyatakan dukungannya via referendum. Dengan merujuk
pada konstitusi baru tersebut, Roh Tae Woo yang berasal dari partai yang sama
dengan Chun (Partai Keadilan Demokrasi) terpilih menjadi presiden baru Korsel pada tahun 1988.
Pasca
terpilih, Roh berhasil memperkuat kedudukannya sendiri di pemerintahan setelah
ia berhasil membujuk partai-partai rivalnya untuk melebur menjadi satu partai.
Sementara untuk hubungan luar negeri, masa Roh dicirikan dengan meningkatnya
hubungan Korsel dengan negara-negara Blok Timur. tahun 1989 misalnya, Korsel
menjalin hubungan dengan Hungaria, Polandia dan Yugoslavia. lalu memasuku
dekade 90-an, giliran Uni Soviet dan Cina yang berhasil dirangkul oleh rezim
Roh. Kombinasi dari hal-hal tadi suskes menjaga pamor partai sehingga dalam
Pemilu yang digelar tahun 1993, Kim Young Sam rekan satu partai Roh terpilih
menjadi presiden baru, sekaligus menjadi presiden pertama Korsel yang memiliki
latar belakang militer
Komentar
Posting Komentar